KEWIRAUSAHAAN PRODUK MAKANAN AWETAN NABATI
Sistem Pengolahan Makanan Awetan dari Bahan Nabati
Produk makanan awetan adalah produk makanan dan minuman yang sudah mengalami proses pengolahan sehingga mempunyai keawetan yang lebih tinggi. Makanan awetan tidak identik dengan makanan yang menggunakan pengawet, karena untuk mengawetkan makanan dan minuman, banyak proses yang bisa dilakukan. Proses pengolahan dan pengemasan yang baik juga dapat mengawetkan produk makanan dan minuman.
Makanan dapat dibagi menjadi makanan kering dan makanan basah. Produk makanan dapat juga dikelompokkan menjadi makanan jadi dan makanan setengah jadi. Makanan jadi adalah makanan yang dapat langsung disajikan dan dimakan. Makanan setengah jadi membutuhkan proses untuk mematangkannya sebelum siap untuk disajikan dan dimakan. Makanan kering khas daerah yang dapat langsung dimakan contohnya keripik balado dari daerah Sumatera Barat dan kuku macan dari Kalimantan Timur. Makanan kering khas daerah yang tidak dapat langsung dimakan misalnya kerupuk udang sidoarjo dan dendeng sapi aceh.
Menurut bahan baku utamanya, makanan khas daerah dikelompokkan pada makanan khas daerah yang berbahan nabati dan berbahan hewani. P,ada semester ini, akan dibahas makanan awetan dari bahan dasar nabati.
Maka nan awetan dari bahan nabati ialah makanan yang awet yang berasal dari bahan baku tumbuh-tumbuhan, misalnya sayur-sayuran dan buah.
Bahan nabati adalah bahan yang diperoleh dan berasal dari
tumbuhan, seperti sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, umbi-umbian, rumput laut
dan seralia seperti padi, jagung dan kacang-kacangan. Bahan hewani dihasilkan
oleh hewan, seperti daging, ikan, susu dan telur.
Makanan awetan dari bahan nabati, baik makanan atau minuman yang diproduksi di suatu daerah, merupakan identitas daerah tersebut, dan menjadi pembeda dengan daerah lainnya. Berbagai makanan awetan dari bahan nabati di berbagai daerah di Indonesia menjadi ciri khas daerah tersebut. Wirausaha di bidang ini dapat menjadi pilihan yang sangat tepat karena kita lebih banyak mengenal produk makanan awetan daerah kita daripada daerah lainnya.
1. Bahan Nabati
Bahan pangan nabati adalah bahan pangan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Indonesia merupakan negara tropis yang dianugerahi
bermacam-macam jenis bahan nabati, baik itu buah-buahan maupun sayuran.
Buah-buahan dan sayuran sangat penting sebagai sumber serat, air, vitamin dan
mineral. Sayuran dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu berdasarkan bagian dari
tanaman dan berdasarkan iklim tempat tumbuh.
Berdasar bagian dari tanaman misalnya akar, umbi, batang, daun,
buah, bunga, biji dan sebagainya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran untuk
dikonsumsi. Pengelompokan berdasarkan iklim, yaitu sayuran yang tumbuh di
daerah iklim panas atau tropis, contohnya: daun dan bunga pepaya, petai,
jengkol, cabai, terong, kangkung, buncis, daun salam, sereh, ubi jalar, kunyit,
jahe, daun singkong.
Sayuran yang tumbuh di daerah iklim sedang dan sub-tropis
contohnya: wortel, kol, brokoli, kentang, seledri, jamur, dan selada. Seperti
halnya sayuran, buah-buahan juga dapat digolongkan dalam dua golongan
berdasarkan iklim, yaitu buah-buahan iklim panas atau tropis dan buah-buahan
iklim sedang atau sub-tropis. Buah-buahan yang tumbuh di daerah tropis
contohnya nanas, pisang, pepaya, alpukat, mangga, rambutan, duren dan
sebagainya.
Buah-buahan yang tumbuh di daerah iklim sedang dan sub-tropis
contohnya: anggur, apel, jeruk, berbagai jenis berry, dan sebagainya. Buah dan
sayuran mengandung beberapa jenis senyawa fenolik yang akan menghasilkan reaksi
pencokelatan yang dikatalis oleh enzim.
2. Bahan Hewani
Bahan pangan hewani, yaitu bahan pangan yang berasal dari hewan.
Beberapa jenis bahan pangan yang masuk dalam kategori hewani, diantaranya
adalah daging, ikan, telur, dan lainnya.
a. Daging
Beberapa jenis hewan yang dikenal sebagai penghasil daging
konsumsi meliputi: sapi, kerbau, kambing, domba, babi, kelinci, rusa, ayam,
kalkun, bebek, dan beberapa jenis unggas lainnya. Daging secara umum sangat
baik sebagai sumber protein (asam amino esensial), lemak, mineral dan vitamin.
Namun, kandungan gizi masing-masing berbeda yang disebabkan oleh beberapa
faktor seperti bagian daging (paha, dada dll.), umur daging dari hewan pada
saat disembelih, lingkungan tempat hewan diternak, rekayasa, spesies, pakan,
dan tingkat stres hewan tersebut.
Faktor utama kerusakkan pada daging disebabkan oleh
mikroorganisme. Daging segar yang rusak akan mengeluarkan bau busuk, terjadi
perubahan warna dan berlendir. Faktor tersebut didukung oleh sanitasi lokasi
penyembelihan, kondisi penyimpanan dan distribusi. Lokasi penyembelihan harus
selalu terjaga kebersihannya untuk mengurangi kontaminasi mikroba. Darah dari
rangkaian proses penyembelihan harus semaksimal mungkin dikeluarkan dari daging
karena darah dapat memicu timbulnya kontaminasi mikroba.
Sifat siologis daging pasca-penyembelihan terjadi dalam tiga
tahapan proses, yaitu proses awal dikenal dengan istilah pre rigor, kemudian
diikuti rigor mortis, kemudian diakhiri dengan post rigor atau pasca rigor.
Setelah disembelih, proses awal yang terjadi pada daging adalah pre rigor,
yaitu metabolisme yang terjadi tidak lagi sabagai metabolisme aerobik tetapi
menjadi metabolisme anaerobik karena tidak ada sirkulasi darah ke jaringan
otot. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang semakin lama
semakin menumpuk sehingga pada tahap ini tekstur daging lentur dan lunak.
Daging pre rigor memiliki kapasitas menahan air yang tinggi dan
memiliki sifat mengemulsi lemak lebih baik, yang membuatnya lebih cocok untuk
produk daging olahan seperti sosis. Tahap selanjutnya yang dikenal sebagai
tahap rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur pada daging.
Jaringan otot menjadi keras dan kaku. Kondisi daging pada fase ini perlu
diketahui kaitannya dengan proses pengolahan karena daging pada fase ini jika
diolah akan menghasilkan daging olahan yang keras dan alot, baik digunakan
untuk produk dendeng.
Kekerasan daging selama rigor mortis disebabkan terjadinya
perubahan struktur serat-serat protein. Kekakuan yang terjadi juga dipicu
terhentinya respirasi. Melunaknya kembali tekstur daging menandakan dimulainya
fase post rigor atau pascarigor. Melunaknya kembali tekstur daging disebabkan
terjadinya penurunan pH.
b. Ikan
Ikan dapat dikelompokkan berdasarkan tempat hidup atau habitatnya
yaitu: Ikan laut, Ikan darat dan Ikan migrasi. Contoh ikan laut adalah ikan
hiu, sarden, tuna dan kod. Ikan darat contohnya adalah ikan gurame, mujair,
mas, lele, dan nila. Ikan migrasi adalah golongan ikan yang hidup di laut,
tetapi bertelur di sungai-sungai, contoh ikan salmon dan salem.
Beberapa jenis ikan mempunyai kandungan gizi yang tinggi, yaitu
protein dan lemak esensial, vitamin, karbohidrat dan mineral. Ikan yang secara
alami mengandung komponen gizi tinggi sangat disukai oleh mikroba pembusuk
sehingga ikan sangat mudah mengalami kerusakan (perisable) bila disimpan pada
suhu kamar.
Kerusakan pada ikan setelah ikan mati disebabkan adanya aktivitas
enzim, kimiawi, dan mikrobiologis. Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan
merombak tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa, bau, warna dan tekstur.
Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging ikan oleh oksigen dan
menimbulkan bau tengik.
Kerusakan ikan juga dapat terjadi secara sik, misalkan oleh alat
tangkap sewaktu ikan ditangkap atau selama distribusi dan penyimpanan karena
penanganan yang kurang baik sehingga menyebabkan luka-luka pada ikan dan
memudahkan bakteri untuk masuk kedalam jaringan dan berkembang biak.
Faktor-faktor lain yang memengaruhi mutu ikan adalah cara penangkapan, jenis
keadaan sik dan ukuran ikan, cuaca dan reaksi ikan saat menjelang kematian.
c. Telur
Telur adalah makanan yang sangat populer karena bergizi tinggi dan
dapat diolah menjadi berbagai masakan. Putih telur mengandung air, protein,
karbohidrat dan mineral, sedangkan kuning telur mengandung komposisi bahan
lebih lengkap, yaitu air, protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin.
Bahaya yang paling umum ditemukan pada telur adalah bakteri
Salmonella, yang merupakan bakteri patogen penyebab penyakit dan berasal dari
kotoran ayam. Selama telur dalam kondisi utuh, bakteri ini tidak dapat
berkembang karena terlindungi oleh cangkang telur. Akan tetapi, jika terjadi
kerusakan sik, yaitu rusak atau terpecahnya cangkang telur, maka salmonella
akan mudah masuk ke dalam putih telur, tetapi nutrisi pada putih telur tidak
cukup untuk mencukupi kebutuhan perkembangan bakteri.
Akan tetapi, ketika membran dari putih telur mulai melemah, bakteri
Salmonella dapat menembus membran kuning telur dan berkembangbiak. Suhu
penyimpanan telur yang relatif hangat akan mempercapat perkembangan Salmonella.
Namun, proses pemasakan yang tepat dapat membunuh Salmonella dan penerapan
penanganan dan sistem tranportasi telur yang baik dan benar dapat mengurangi
risiko pencemaran Salmonella.
d. Susu
Susu merupakan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi, yaitu air,
lemak, protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Dalam pola menu makan empat
sehat lima sempurna, susu adalah faktor kelima sebagai penyempurna. Susu
mengandung vitamin A, D, E, K, C, riboavin (B2), tiamin (B1), niasin, asam
pantotenat, piridoksin (B6), biotin, inositol, cholin dan asam folat.
Komponen utama susu terdiri atas dua lapisan yang dapat dipisahkan
berdasar berat jenisnya. Komponen tersebut adalah krim dan skim. Krim adalah
bagian atas susu. Sebagian besar bahan yang terdapat di dalam krim adalah
lemak. Skim adalah bagian yang terdapat di bagian bawah krim. Komponen utama
skim terdiri atas air dan protein. Krim dapat diolah menjadi mentega, sedangkan
skim digunakan untuk olahan susu lainnya.
Susu adalah bahan yang mudah sekali rusak, terutama karena adanya
enzim yang secara normal terdapat dalam susu dan juga karena mikroba yang terdapat
di dalamnya. Kedua jenis bahan pangan ini, nabati dan hewani, sangat dibutuhkan
oleh tubuh manusia, dalam jumlah yang seimbang. Makin beragam jenis makanan
yang kita konsumsi, akan makin baik.
Cara pengolahan makanan awetan dari bahan nabati pada umumnya cukup sederhana dengan menggunakan metode dan alat yang sederhana pula. Bahan baku yang digunakan diharapkan juga adalah bahan baku lokal yang mudah didapatkan di lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh makanan awetan dari bahan nabati yang akan dipaparkan pada buku ini adalah minuman lidah buaya, untuk menjadi gambaran dan acuan dalam pembelajaran wirausaha makanan awetan dari bahan nabati.
Produk minuman dari lidah buaya sudah mulai dikembangkan, setelah sebelumnya lidah buaya hanya dijadikan bahan baku kosmetika. Minuman lidah buaya sangat baik untuk kesehatan, mempunyai kalori yang sangat rendah (4 kal/100 g gel) sehingga sangat sesuai untuk program diet. Di Kalimantan Barat, lidah buaya sudah diolah dalam berbagai bentuk makanan dan minuman seperti jus, koktail, gel lidah buaya da[am sirup, selai, jeli, dodol, dan manisan. Untuk memperpanjang umur simpannya, telah dilakukan pula penelitian pembuatan tepung lidah buaya dengan penambahan bahan pengisi.
Gel lidah buaya juga telah dikembangkan dalam bentuk sediaan oral sebagai minuman kesehatan yang diklaim menyegarkan dan memberikan efek mendinginkan. Secara empiris, lidah buaya digunakan sebagai obat Iuka bakar, panas dalam, asam urat serta afrodisiak dan malnutrisi karena kandungan asam amino dan vitaminnya. Gel lidah buaya juga memperlihatkan aktivitas antipenuaan karena mampu menghambat proses penipisan kulit dan menahan kehilangan serat elastin serta menaikkan kandungan kolagen dermis yang larut air.
Bahan yang digunakan dalam membuat minuman lidah buaya adalah lidah buaya segar, gula, asam sitrat dan penguat rasa (flavor). Alat-alat yang digunakan adalah pengemas cup, pisau, talenan, baskom, panci stainless steel (pengganti tangki pencampuran dan tangki pasteurisasi), kompor, nlling sealing machine (boleh menggunakan yang manual), literan, timbangan, pH meter, refraktometer, dan lain-lain.
Potongan lidah buaya dan sirupnya dimasukkan ke dalam kemasan dengan perbandingan tertentu. Proses pengisian ini harus memperhatikan keseragamannya, jumlah padatan (lidah buaya) dan cairan (sirup). Keseragaman ini sangat penting untuk pencapaian proses panas yang optimal bagi keseluruhan produk. Jika pada pengisian ini tidak baik, panas yang diterima produk dalam tiap kemasan akan berbeda. Pada proses pengisian, sirup harus dalam keadaan panas untuk menciptakan kondisi hot flling.
Lidah buaya bisa digunakan sebagai bahan baku untuk minuman dalam kemasan. Dalam bahasan ini, akan dibuat contoh dalam kemasan mangkok plastik 240 gram.
Bahan yang digunakan dalam membuat minuman lidah buaya adalah lidah buaya segar, gula, asam sitrat dan penguat rasa (flavor). Alat-alat yang digunakan adalah pengemas cup, pisau, talenan, baskom, panci stainless steel (pengganti tangki pencampuran dan tangki pasteurisasi), kompor, nlling sealing machine (boleh menggunakan yang manual), literan, timbangan, pH meter, refraktometer, dan lain-lain.
Pada dasarnya, pembuatan minuman lidah buaya dalam kemasan mangkok hampir sama, yaitu melalui proses persiapan lidah buaya dan persiapan larutan sirup.
Lidah buaya yang akan digunakan, diseset kulitnya, kemudian dipotong dan dicuci. Lakukan pencucian menggunakan air hangat untuk menghilangkan lendir. Jika masih tersisa lendir, bisa dilakukan perendaman dalam air kapur. Selanjutnya, potongan lidah buaya dimasukkan ke dalam kemasan.
Lidah buaya yang akan digunakan, diseset kulitnya, kemudian dipotong dan dicuci. Lakukan pencucian menggunakan air hangat untuk menghilangkan lendir. Jika masih tersisa lendir, bisa dilakukan perendaman dalam air kapur. Selanjutnya, potongan lidah buaya dimasukkan ke dalam kemasan.
Potongan lidah buaya dan sirupnya dimasukkan ke dalam kemasan dengan perbandingan tertentu. Proses pengisian ini harus memperhatikan keseragamannya, jumlah padatan (lidah buaya) dan cairan (sirup). Keseragaman ini sangat penting untuk pencapaian proses panas yang optimal bagi keseluruhan produk. Jika pada pengisian ini tidak baik, panas yang diterima produk dalam tiap kemasan akan berbeda. Pada proses pengisian, sirup harus dalam keadaan panas untuk menciptakan kondisi hot flling.
Kemasan yang telah terisi harus segera ditutup untuk menghindari kontaminasi. Setelah itu, dilakukan pasteurisasi pada suhu 65°C selama 55 menit. Untuk menghindari overcooking dan memberikan shock thermal pada bakteri termofilik, produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dengan air mengalir sampai mencapai suhu 40 °C.
Setelah dilakukan proses pendinginan, dan diangin-anginkan (agar airnya kering), dilakukan pemberian label, setelah itu dikemas ke dalam karton. Kemudian, sebelum dipasarkan, dilakukan inkubasi 2-3 hari, untuk melihat kestabilan mutu produk tersebut. Pada karton, ditulis saran cara penanganan produk tersebut, yaitu harus disimpan di suhu sejuk, tidak boleh terkeha sinar matahari langsung, tidak boleh langsung berhubungan dengan lantai/dinding, dan batas maksimum penumpukan karton adalah 10 karton.
Sumber : http://blogcadiak.blogspot.co.id/2016/09/sistem-pengolahan-makanan-awetan-bahan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar